oleh :Ustadz Abu Qotadah
وَلَوْ شِئْنَا لَبَعَثْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ نَّذِيرًا فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
"Dan andaikata Kami menghendaki, benar-benarlah Kami utus pd tiap-tiap negeri seorang yg memberi peringatan (rasul) Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, & berjihadlah terhadap mereka dg Al Qur`an dg jihad yg besar". (Al Furqon: 51-52)
Surat ini dikategorikan sebagai surat Makkiyah, yaitu turun ketika Nabi n masih di Mekkah. Rahasia pertama ayat ini menunjukkan, bahwa makna jihad dalam ayat ini ialah jihad dg menegakkan hujjah & argumentasi terhadap orang kafir, yaitu dg menyampaikan Al Qur`an, sebagaimana berjihad melawan orang munafik hanyalah dg menegakkan hujjah, menunjukkan kepada kebenaran & membantah kebatilan.
Adapun rahasia yg kedua, bahwa Allah memerintahkan jihad (berperang dg pedang & kekuatan) melawan orang-orang kafir, yaitu setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam & para sahabat memiliki syarat-syarat utk menegakkan jihad. Oleh sebab itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam & para sahabat tdk diperintahkan berjihad ketika Beliau di Mekkah, karena saat itu mereka berada di bawah kekuasaan musuh. Dan setelah Beliau di Madinah & telah memiliki persiapan utk berperang, maka syariat berjihad diperintahkan.
Ketahuilah wahai kaum muslimin, semoga Allah senantiasa merahmati kita. Tidak mungkin kaum Muslimin bisa memerangi orang kafir, kecuali dg persiapan & senjata. Sebagai pelajaran, Allah telah menjelaskan keberadaan orang-orang munafik yg enggan berangkat berperang, sehingga mereka tdk mengadakan persiapan. Allah berfirman:
وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِن كَرِهَ اللهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ
"Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan utk keberangkatan itu, tetapi Allah tdk menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, & dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu bersama orang-oang yg tinggal itu”. (At Taubah: 46).
Lalu Allah memerintahkan kepada para mujahidin agar mengadakan persiapan perang. Allah berfirman.
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ …
"Dan siapkanlah utk menghadapi mereka kekuatan apa saja yg kamu sanggupi & dari kuda-kuda yg ditambat utk berperang (yang dg persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah ……" (Al Anfal: 60)
Ingatlah, orang-orang kafir dari kalangan Yahudi & Nasrani / yg lainnya, mereka akan senantiasa meneror & membikin makar terhadap kaum muslimin dari dua sisi.
Pertama: Teror pemikiran (irhab fikri). Yaitu usaha orang-orang kafir utk menggelincirkan kaum Muslimin dari kemurnian ajaran agama yg haq ini. Mereka melontarkan syubhat-syubhat, tadlis (pemalsuan), talbis (kerancuan), sehingga bisa menumbuhkan sikap keragu-raguan kaum muslimin terhadap kebenaran ajaran Islam. Program ini dikemas dg dukungan dana yg dikucurkan kepada kalangan ahli bid’ah yg telah menyeru manusia ke jurang api neraka.
Untuk menyempurnakan programnya ini, mereka menempuh berbagai cara. Di antaranya:
1. Pertukaran pelajar, sebagai sarana pencucian otak anak-anak kaum Muslimin. Sehingga setelah pelajar-pelajar Islam ini pulang, akan menjadi pion mempropagandakan syubhat-syubhat.
2. Orientalis, dari sinilah musuh-musuh Allah melakukan gerakan-gerakan tersembunyi dg dalil riset & penelitian ilmiyah. Para orientalis tersebut bekerja utk kepentingan intelejen Kristen & Yahudi.
Kedua: Teror fisik (irhab jasadi). Yaitu usaha orang-orang kafir utk membunuh kaum Muslimin, menguasai negara-negara Islam, menguasai perekonomian kaum Muslimin serta menjajah negara-negara Islam.
Maka menjadi kewajiban kaum Muslimin utk melakukan persiapan agar mampu menegakkan tugas jihad ini, sehingga kaum Muslimin bisa mencapai kejayaan. Karena telah menjadi ketentuan Allah, bahwa segala akibat ada sebabnya.
Wahai kaum muslimin, semoga Allah merahmati kita. Kita memiliki keinginan yg sama utk menegakan panji jihad & menegakkan panji-panji Allah di muka bumi & merindukan kemenangan. Untuk mengemban tugas ini, Allah telah mensyaratkan bagi kita dua hal. Barangsiapa yg dapat memenuhinya, maka ia akan sampai kepada apa yg diinginkannya. Kedua syarat tersebut ialah:
Pertama: Al i’dad al imani (mempersiapan kekuatan iman), hal itu karena Allah telah memberikan jaminan kemenangan bagi ahli iman.
Kedua: Al i’dad al madi (mempersiapkan perbekalan materiil), meliputi mempersiapan perlengkapan senjata & sejenisnya, yg merupakan syarat penting utk melawan mereka. Allah berfirman, yg artinya: "Dan persiapkanlah utk menghadapi mereka kekuatan apa saja yg kamu sanggupi dari kuda-kuda yg ditambat utk berperang yg dg persiapan itu kamu menggentarkan musuh Allah". (Al Anfal 60).
Dari dua syarat ini, al i‘dad al imani harus lebih didahulukan daripada al i’dad al madi. Rasul yg mulia telah menempuh jalan ini & telah menyempurnakannya.
TENTANG AL I‘DAD AL IMANI
Al i’dad al imani adalah takwa kepada Allah. Takwa merupakan persiapan pertama & utama, karena Allah telah menjanjikan kemenangan, & akan memberikan pertolongan hanya kepada orang-orang yg bertakwa. Allah berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لاَنَسْئَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat & bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tdk meminta rezeki kepadamu, Kamilah yg memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yg bertakwa". (Thaha:132)
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللهِ وَاصْبِرُوا إِنَّ اْلأَرْضَ للهِ يُورِثُهَا مَن يَّشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
"Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah & bersabarlah; dipusakakanNya kepada siapa yg dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Dan kesudahan yg baik adalah bagi orang-orang yg bertakwa". (Al ‘A’raf:128)
إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yg bertaqwa & orang-orang yg berbuat kebaikan" (An Nahl:128).
Rukun Takwa
Rukun takwa ada tiga. Pertama, al ikhlash (tauhid) memurnikan ibadah hanya kepada Allah. Kedua, al ittiba’ (mengikuti Rasulullah). Ketiga, ilmu.
Berkaitan dg pentingnya & keutamaan ikhlas (tauhid) ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tdk mendiamkan pelanggaran terhadap tauhid, meskipun dalam peperangan.
At Tirmidzi telah meriwayatkan dari sahabat Abi Waqid Al Laitsi, ia berkata: Suatu saat kami pergi bersama Rasulallah ke Hunain, sedangkan kami dalam keadaan baru lepas dari kekafiran (baru masuk Islam). Ketika itu orang-orang kafir musyrikin mempunyai sebatang pohon bidara yg disebut Dzatu Anwath. Mereka selalu mendatanginya & menggantung senjata-senjatanya pd pohon itu. Tatkala kami melewati sebatang pohon bidara, kamipun berkata: “Wahai Rasulullah! Buatkan utk kami Dzat Anwath,” maka Rasulullah bersabda:
سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
"Allahu Akbar. Itu adalah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Demi Allah, yg diriku berada di tanganNya. Kamu benar-benar telah mengatakan sesuatu perkataan seperti yg telah dikatakan Bani Israil kepada Musa,”Buatlah utk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sembahan”. Musa menjawab,”Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yg tdk mengerti. Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang sebelummu”. (HR Tirmidzi).
Seandainya para aktifis pergerakan & juru dakwah saat ini mencermati kandungan & rahasia yg terdapat dalam hadits ini, tentulah mereka tdk akan meremehkan perkara tauhid dg alasan ingin mendapatkan jumlah pendukung yg banyak & menyatukan kaum Muslimin. Lihatlah, apa yg diperbuat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ; Beliau tdk berdiam diri utk tdk mengingkari kemusyrikan karena ingin mempertahankan jumlah yg banyak, / alasan khawatir akan terjadi perpecahan. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yg mulia mengetahui, seandainya orang-orang yg baru masuk Islam itu didiamkan dalam keadaan musyrik, tentulah mereka akan menjadi fitnah bagi kaum Muslimin, & menjadi penyebab utama kekalahan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Mengajarkan Tauhid Dalam Jihad Difa’
Saat itu kaum Muslimin di Syam sedang dalam cengkeraman orang-orang Tartar yg begitu kuat. Kaum Muslimin pun bangkit melancarkan jihad difa’ (defensive), sementara itu kesyirikan berada di tengah-tengah mereka.
Dalam keadaan seperti ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memulai dg terlebih dahulu meluruskan aqidah ummat, menyeru kepada tauhid. Beliau rahimahullah menulis sebuah buku yg berjudul Talkhish Kitab lstigatsah, dimaksudkan sebagai bantahan terhadap Al Bakri.
Syaikhul Islam berkata: “Seandainya mereka yg beristigatsah dg selain Allah (yaitu penghuni-penghuni) kubur bersamamu dalam barisan perang, tentulah engkau akan mendapatkan kekalahan, sebagaimana kaum Muslimin mendapatkan kekalahan dalam perang Uhud”.
Pernyataan Syaikhul Islam lbnu Taimiyah ini mengandung dua faidah yg besar. Pertama. Wajib & betapa pentingnya meluruskan aqidah kaum Muslimin yg hendak berjihad. Kedua. Menunjukkan kefaqihan beliau rahimahullah, karena beliau telah berdalil utk perkara yg besar dg perkara yg rendah. Maksudnya, apabila kekalahan kaum muslimin dalam perang Uhud disebabkan maksiat semata & bukan karena syirik, maka bagaimana mungkin kaum Muslimin pd hari ini mampu berperang mengalahkan musuh, seandainya di dalam barisan kaum Muslimin terdapat orang-orang yg menyekutukan Allah, melakukan bid’ah & perbuatan maksiat lainnya.
Ingatlah, kemenangan & pertolongan hanya diberikan kepada orang-orang yg bertauhid & mengamalkan Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَيُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yg beriman diantara kamu & mengerjakan amal-amal yg shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yg telah diridhaiNya utk mereka, & Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembahKu dg tiada mempersekutukan sesuatu apapun dg Aku. Dan barangsiapa yg (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yg fasik". (An Nur: 55).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan, setelah kaum muslimin meluruskan aqidah mereka dg mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah, hanya beristighatsah kepada Allah, maka Allah akan menolong mereka utk mengalahkan musuh, sehingga mereka mendapatkan berbagai kemenangan dalam peperangan (melawan Tartar); suatu kemenangan yg tdk pernah didapatkan sebelumnya, kecuali setelah mereka memurnikan tauhid kepada Allah & taat kepada RasulNya. Karena sesungguhnya Allah akan memberikan pertolongan kepada RasulNya & orang-orang beriman di dunia & di akhirat.
Dalam kisah perang Uhud, kita dapat mengambil pelajaran berharga berkaitan dg sebab-sebab kekalahan kaum Muslimin pd waktu itu. (Lihat surat Ali Imran ayat l37-l54).
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ (وفي رواية - يُقَاتِلُونَ ) عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
"Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yg menegakkan kebenaran (dalam hadits lain dg kata mereka berperang di atas kebenaran), tdk merugikannya orang yg menghinanya sampai datang hari kiamat, & mereka tetap dalam keadaan demikian hingga kiamat datang". (HR Muslim).
Derajat Yang Tinggi Hanya Dapat Diraih Dengan Ilmu
Allah berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
"Allah akan meninggikan derajat orang-orang yg beriman di antara kamu & orang-orang yg diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat". (Al Mujadilah: 11)
Al Imam Muhammad Amin Asy Syinqiti berkata: “Para ulama telah menjelaskan, kemenangan para nabi ada dua macam. Pertama. Kemenangan melalui hujjah & argumentasi. Kemenangan ini diraih oleh seluruh nabi. Kedua. Kemenangan dg pedang & kekuatan. Kemenangan ini hanya diraih oleh nabi yg telah diperintahkan berperang fi sabilillah”. (Adhwa-ul Bayan, 1: 353).
TENTANG AL I’DAD AL MADI
Disamping mempersiapkan aqidah & ilmu utk meraih derajat yg tinggi, dalam jihad juga harus dilakukan persiapan-persiapan. Yaitu al i’dad al madi (persiapan materi), yg meliputi dua perkara. Pertama. ‘Udah al ‘asykariyah (perlengkapan senjata). Kedua. ‘Udah al basyariah (perlengkapan pasukan / personalnya). Allah berfirman, yg artinya: Dan siapkanlah utk menghadapi mereka kekuatan apa saja yg kamu sanggupi & dari kuda-kuda yg ditambat utk berperang (yang dg persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, (QS Al Anfal: 60) Lihat juga Al Anfal ayat 65-66.
Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin menyatakan, berjihad itu harus terpenuhi syaratnya. Hendaknya kaum Muslimin memiliki kemampuan & kekuatan, yg dengannya mereka bisa berjihad. Karena, seandainya kaum Muslimin berperang tanpa dibarengi dg kernampuan, berarti sama dg menjerumuskan diri ke dalam kerusakan. Oleh sebab itu, Allah tdk mewajibkan kepada kaum Muslimin berperang, ketika mereka berada di Mekkah, masih dalam keadaan lemah & dalam cengkeraman kekuasaan orang kafir. Sehingga setelah berhijrah ke Madinah & membentuk negara Islam & memiliki kekuatan, maka Allah Azza wa Jalla mewajibkan mereka berperang.
Begitulah, jika belum terkumpul syarat-syaratnya, maka kewajiban berperang tdk ada, sebagaimana seluruh kewajiban dilakukan sesuai kemampuan. Yang sekarang harus ditempuh oleh kaum Muslimin ialah melakukan seluruh sebab-sebab yg telah diwajibkan Allah utk mencapai kemenangan, yaitu menyerpurnakan dua persyaratan di atas. Wallahu a’lam.
Maraji’:
1. Zadul Ma’ad, Jilid III, karya Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah.
2. Al Mughni, karya Imam Syaukani.
3. Al Majmu’, karya Imam An Nawawi.
4. Fatawa Al Laimah Fi Masailil Mulimmah, karya Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan.
5. Usus Manhajis Salaf Fi Ad Dakwah Ilallah, karya Fawaz bin Halil bin Robah As Suhaimi.
6. Sabil Ilal Izzah Wat Tamkin, karya Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani.
(Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun IX/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296)
Penulis: Ustadz Abu Qotadah & diterbitkan oleh almanhaj.or.id
Keputusan itu telah diambil. Semua sudah sepakat bahwa musuh harus dihadapi. Bukan hanya itu, musuh harus dihadang agar tidak masuk ke jantung Madinah. Terlalu banyak kemungkinan buruk yang akan terjadi, jika mereka berhasil masuk ke pusat kota itu. Anak-anak, kaum wanita, para manula, orang-orang yang sedang sakit tidak akan siap, jika Madinah dinyatakan sebagai daerah darurat perang. Yang jelas musuh sudah hampir mendekat dan harus disongsong dan dihadapi, apapun resikonya.
Sang Rasul bergegas memasuki rumah. Ia telah mengenakan baju perangnya. Tanda bahwa beliau siap mati demi membela agama Allah. Sedangkan syura yang dilakukan telah menghasilkan mufakat. Tekad telah benar-benar bulat. Dalam kondisi ini, yang ada hanyalah tawakkal, ikhtiar yang maksimal dan bergantung sepenuhnya kepada Rabbul ‘izzah.
“ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya. (Ali Imran: 159)
“Wahai Rasul, jika engkau tidak menghendaki keluar (Madinah), kami pasti akan mentaatimu”, demikian bujuk sebagian sahabat. Mereka tahu di awal syura beliau menghendaki untuk bertahan di dalam kota, bukan keluar. Tapi beliau menjawab tegas “tidak pantas bagi seorang Nabi, jika telah mengenakan baju perangnya untuk meletakkannya kembali, hingga Allah membuat keputusan (kemenangan) antara ia dan musuhnya”. Semua akhirnya memahami; sang Rasul benar-benar hendak mengajarkan arti sebuah tekad, konsistensi dan komitmen dengan hasil syura.
Pasukan terus bergerak. Maju dan terus maju. Hingga ketika dua golongan telah berhadap-hadapan di Uhud, perang itu benar-benar tak bisa dielakkan. Korban berjatuhan. Sebagian mati mulia, sedangkan sebagian lagi mati sia-sia.
Musuh-musuh Allah benar-benar dipermalukan. Jatuh bergelimpangan bak sampah berserakan. Hampir saja kemenangan itu datang. Ghanimah pun hampir siap dipanen. Mata manusiawi sebagian sahabatpun telah tergoda. Penjaga garda bukit benar-benar lupa dengan pesan Sang Rasul. “hingga ketika kalian melihat tubuh kami dicabik-cabik Gagak sekalipun, jangan pernah meninggalkan pos-pos kalian”. Demikian kurang lebih pesan beliau. Tapi apa daya, dunia itu terlalu menggoda. Terlalu manis. Terlalu membelenggu jiwa-jiwa mereka.
Hingga ketika tiba-tiba, Khalid bin Walid dengan segenap kehebatan strateginya memukul pasukan Islam dari punggung Uhud. Para sahabat panik dan kalang-kabut. Tidak sedikit yang tertebas kaki dan lengan, bahkan lehernya. Lebih dari tujuh puluh orang sahabat mati syahid. Di saat itulah kita saksikan. Semua orang menuju Sang Rasul. Semua berlindung dibalik punggung beliau. Beliau benar berada di garda terdepan. Ya, benar-benar terdepan. Tidak pernah gentar, apalagi lari kebelakang. Maka beliaupun berdarah-darah, terluka. Bahkan batok kepala beliau tertusuk pelindung kepalanya. Darah mengucur dengan deras. Tapi beliau tetap tak bergeming. Bagai sebongkah batu karang dilautan, menantang gelombang. Bukan, ia bahkan bagaikan Sang Lawu, tak gentar walau badai datang menerjang. Beliau tetap disana, dibarisan terdepan. Setia melindungi para sahabat, para pengikut dan tentara setia beliau.
Keteladanan itu telah ditunjukkan. Kepemimpinan itu, benar-benar telah diajarkan. Bahwa pemimpin harus berada dibarisan terdepan. Bahwa pemimpin adalah orang yang harus berdarah-berdarah terlebih dahulu sebelum pengikutnya adalah sebuah keniscayaan. Pemimpin adalah orang yang harus berdiri digarda terdepan dalam hal menanggung resiko adalah salah satu pelajaran yang amat mahal dari medan Uhud, selain hikmah yang lain tentunya. Bahkan seandainya maut menjemput, maka pemimpin adalah yang paling siap mengahadapinya.
Pemimpin semacam ini tidak pernah meninggalkan beratnya tugas dan amanah karena ia tahu hal itu adalah sifat pengecut. Ia memahami dengan sangat baik bahwa berlari dari resiko perjuangan adalah sifat tidak ksatria, sedangkan sifat ksatria menolak tegas kepengecutan.
Tokoh-tokoh besar semacam ini tidak gentar, bahkan seringkali ia menantang bahaya, bukan gegabah tapi wujud keyakinan akan pertolongan Allah. Masihkah kita ingat ketika Thariq bin Ziyad, Sang Penakluk Gibraltar, membakar semua perahu yang membawa mereka hingga ke daratan itu? Saat itu ia tidak sedang berputus asa atau mencoba bunuh diri. Saat itu ia tidak sedang mencoba lari dari kenyataan akan jumlah dan kekuatan musuh yang sangat tidak berimbang. Bukan. Sang Panglima sedang menakar keyakinan para pejuangnya. Bahkan lebih daripada itu, Sang Panglima sedang menagih janji Sang Penolong; bahwa Dia pasti memenangkan para tentaraNya.
Dalam konteks inilah Sang Rasul ingin menegaskan kepada kita. Apapun namanya, sampai kapanpun dan dimanapun juga; perjuangan pasti menuntut pengorbanan, dan pemimpin sejati adalah yang terdepan dalam memberikan pengorbananannya.
Tapi lihatlah ketika kemenangan demi kemenangan, penaklukan demi penaklukan, ghanimah demi ghanimah terus datang silih berganti kemana Sang Ksatria itu? Dimana Sang Pemimpin itu berada? Dimana Sang Imam Para Mujahidin itu kini? Ya, ia bahkan tidak sempat menikmati kemenangan itu. Ia tidak sempat mencicipi buah jerih payahnya. Karena ia dihadirkan ke dunia ini bukan untuk itu. Ia dihadirkan untuk berdiri dibarisan terdepan. Memikul beban berat dakwah dan kemudian mati karenanya. Semoga shalawat dan salam Allah atasmu, Terima kasih tak terhingga untukmu, ya Rasulallah.
(khadimul_ummah@abu_fateeh)
Posted in Suhari Abu Fatih, Lc.
Tidak-mencampuradukkan-iman-dengan-kezaliman
Allah berfirman: “Orang orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kedhaliman merekalah orang orang yang mendapatkan rasa aman dan merekalah orang orang yang mendapatkan petunjuk” (QS Al-An’am ayat : 82)
Ayat di atas memiliki dua makna, makna khusus yang disalahpahami oleh Abu Bakar As-Sidq ra dan diluruskan oleh Rasulullah, Abu Bakr berkata: ”Yaa Rasulullah, siapa yang tidak mendhalimi dirinya?, pastilah kita semua binasa karena tidaklah ada dari kita kecuali melakukan kedhaliman, Rasulullah bersabda: ”Bukan dhalim yang kalian pahami, apakah engkau tidak membaca ayat : “Sesungguhnya syirik adalah kedhaliman yang besar”.
Nabi menjelaskan bahwa kedhaliman yang menjadikan orang tidak akan mendapatkan petunjuk, tidak akan aman dari neraka dan tidak akan masuk syurga adalah kesyirikan, adapun dosa selain itu masih diharapkan mendapatkan petunjuk dan aman.
Makna umum bahwa segala kedhaliman akan menjadi penyebab kegelapan dan ketakutan di akhirat sebagaimana dalam hadits: ”Jauhilah kedhaliman sebab kedhaliman itu kegelapan pada hari kiamat”. Walaupun harapan masuk syurga tetap ada asal tidak melakukan kesyirikan dan kekufuran.
Lalu, apakah berarti boleh dengan mudah melakukan kedhaliman, selain syirik, kufur, nifak dengan sandaran bahwa hal itu tidak menghalangi mendapat petunjuk dan aman? Tentu tidak. Logika yang benar mengatakan walaupun orang beriman pasti masuk syurga tapi haruslah tetap meninggalkan segala kedhaliman, sebab kedhaliman penyebab masuk neraka, siksaan yang paling ringan adalah jika bara api diletakkan dibawah telapak kaki, otak mendidih dan dia merasa bahwa siksaannya paling berat padahal paling ringan.
Dari hadits-hadits dan ayat-ayat lainnya kita dapatkan kondisi orang beriman terbagi menjadi beberapa golongan:
Pertama : orang yang beriman sejati dan tidak melakukan segala kedhaliman, baik hal itu syirik besar maupun kecil, atau dosa-dosabesar, serta mengerjakan kewajiban. Orang tersebut pasti mendapatkan keamanan yang sempurna di dunia dan akhirat, mendapatkan petunjuk yang sempurna, dosa-dosa kecil yang dilakukan asal tidak terus menerus, insyaAllah dihapuskan oleh iman dan amal shalehnya, sebagaimana Allah katakan: “Dan jika kalian menjauhi dosa-dosa besar kami hapus kesalahan-kesalahan kalian dan Kami masukkan kalian tepat masuk yang mulia (syurga) (QS An-Nisa’ ayat : 31).
Dalam hadits shahih dikatakan: “Wahai anak Adam kalau kalian mendatangkan dosa sepenuh bumi, kemudian menemui Aku tanpa menyekutukan dengan sesuatu pasti Aku datangkan kepada anda sepenuh bumi maghfirah(ampunan) (HR Turmudzi).
Kedua : orang tidak menyekutukan Allah, dengan syirik besar dan melakukan dosa syirik kecil dan dosa-dosa besar, orang tersebut dibawah kehendak Allah, kalau Dia menghendaki Dia ampuni, kalau Dia menghendaki Dia siksa, kemudian masuk syurga setelahnya, berkaitan pastinya orang yang beriman, walaupun melakukan dosa besar pasti masuk syurga, asal tidak melakukan perbutan dosa syirik dan kufur merupan ijma’ ulama salaf berdasarkan puluhan hadits-hadits yang shahih dan mutawatir, dan berdasarkan kaidah, bahwa janji Allah untuk orang beriman pasti terpenuhi, adapun ancaman tidak pasti dijalankan, semua tergantung kehendak Allah.
Sekali lagi bukan berarti boleh meremehkan kedhaliman selain syirik dan kufur, kedhaliman tetap sebagai hal yang menyebabkan kecelakaan di akhirat, dhulm adalah meletakkan segala sesuatu bukan pada tempatnya, kedhaliman ada yang besar dan ada yang kecil, kedhaliman kecil antara seseorang dengan Allah, insyaAllah diampuni Allah swt asal menjuhi dosa-dosabesar.
Kedhaliman yang mencelakakan adalah dosa-dosa besar baik yang berkaitan dengan Allah manusia maupun diri sendiri seperti su’udhan kepada Allah, riya’, ujub, sombong, merusak jiwa, harta, kehormatan orang tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’ah, segala bentuk pengkhianatan pribadi maupun publik, terkumpulnya dosa-dosa tersebut dapat mengarahkan kepada kesyirikan dan kekufuran atau kenifakan. Dalam hadits dikatakan, “Empat hal jika ada dalam diri seseorang maka ia termasuk munafiq yang murni, dan jika ada satu dari padanya, maka ia berada dalam satu cabang kemunafikan: jika bicara berdusta, jika berjanji mengingkari, jika melakukan perjanjian dia curang, dan jika berdebat keterlaluan (HR Bukhari Muslim). ”
Diantara kedhaliman yang menjadikan kegelapan di hari kiamat adalah khianat, dikatakan: “Akan ditancapkan setiap orang yang khianat, bendera kekhianatannya pada hari kiamat dibawah pantatnya, dikatakan inilah pengkhianatannya si fulan“, bagi yang yang membunuh dan makan harta orang lain dengan kedhaliman Allah berkata: “Dan janganlah kalian makan harta diantara kalian dengan batil, tapi dengan cara dagang yang saling ridha (dibolehkan) dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah sangat sayang kepada kalian, dan siapa yang melakukan hal tersebut dengan melampui batas dan dhalim maka akan kami masukkan ke neraka dan hal itu mudah bagi Allah“
Kedhaliman bukan saja gelap di akhirat tetapi uga di dunia maupun di alam barzakh, semua bencana yang terjadi pada diri kita atau di alam semesta, Allah berkata : “Tidaklah menimpa kalian dari suatu bencana kecuali dari diri kalian, dan apa yang Dia maafkan lebih banyak”
Kenapa kedhaliman merupakan hal yang merusak iman, jawabnya karena merupakan suatu yang berlawanan dengan iman dan merusak tujuan diciptakannya manusia, kita dapat memaklumi marahnya seorang komandan ketika ada prajurit menentang perintahnya atau melanggar larangan atau tidak komitmen dengan disiplin. Hal tersebut merupakan apa yang diberikan komandan kepada prajuritnya, lalu bagaimana Allah Dzat Yang Maha Agung, Dzat Yang Maha memberikan segala kenikmatan, yang sangat sayang kepada makhluq-Nya, kemudian manusia mendurhakaiNya, melanggar aturan-Nya, meninggalkan apa yang diperintahkan? Jangan dilihat kecilnya sebuah pelanggaran, tapi lihatlah kepada siapa melanggar dan menentang.
Iman menuntut bukti ketauhidan, bagaimana kita mengetahui bahwa Dia satu satunya Yang berkuasa kemudian kita menyembah selainNya, mengambil hukum selain hukum-Nya, menuntut bukti ibadah kepada-Nya, menuntut mengikuti perintah dan larangan-Nya sebagai bukti pengagungan kepada-Nya, Allah sayang terhadap diri kita, bagaimana kita rusak dan hinakan dengan kemaksiatan.
Berbahagialah orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kedhaliman yang merusakkan ketulusan iman, bagi mereka kebahagiaan dunia dan akhirat, terbebas dari segala bencana, ketenangan hati, rahmat Allah menyertainya dunia dan akhirat, dan mereka selalu mendapatkan bimbingan dan inayah dari Allah swt, sebagaimana dalam hadits Turmudzi : “Siapa yang memusuhi waliku, aku umumkan perang kepadanya, dan tidaklah hambaKu mendekatkan dirinya kepadaKu dengan sesuatu yang lebih aku sukai dari apa yang aku wajibkan, dan tidaklah henti-hentinya hambaKu mendekatkan diri kepadaKu sehingga aku mencintaiNya, dan ketika Aku mencintainya Aku pendengarannya dengannya ia mendengar, Aku matanya dengannya ia melihat, Aku tangannya dengannya aku memegang, aku kakinya dengannya ia berjalan. Jika ia minta kepada-Ku pasti Aku beri dan jika ia minta perlindungan kepada-Ku pasti aku lindungi. (HR Turmudzi)
وَلَوْ شِئْنَا لَبَعَثْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ نَّذِيرًا فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
"Dan andaikata Kami menghendaki, benar-benarlah Kami utus pd tiap-tiap negeri seorang yg memberi peringatan (rasul) Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, & berjihadlah terhadap mereka dg Al Qur`an dg jihad yg besar". (Al Furqon: 51-52)
Surat ini dikategorikan sebagai surat Makkiyah, yaitu turun ketika Nabi n masih di Mekkah. Rahasia pertama ayat ini menunjukkan, bahwa makna jihad dalam ayat ini ialah jihad dg menegakkan hujjah & argumentasi terhadap orang kafir, yaitu dg menyampaikan Al Qur`an, sebagaimana berjihad melawan orang munafik hanyalah dg menegakkan hujjah, menunjukkan kepada kebenaran & membantah kebatilan.
Adapun rahasia yg kedua, bahwa Allah memerintahkan jihad (berperang dg pedang & kekuatan) melawan orang-orang kafir, yaitu setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam & para sahabat memiliki syarat-syarat utk menegakkan jihad. Oleh sebab itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam & para sahabat tdk diperintahkan berjihad ketika Beliau di Mekkah, karena saat itu mereka berada di bawah kekuasaan musuh. Dan setelah Beliau di Madinah & telah memiliki persiapan utk berperang, maka syariat berjihad diperintahkan.
Ketahuilah wahai kaum muslimin, semoga Allah senantiasa merahmati kita. Tidak mungkin kaum Muslimin bisa memerangi orang kafir, kecuali dg persiapan & senjata. Sebagai pelajaran, Allah telah menjelaskan keberadaan orang-orang munafik yg enggan berangkat berperang, sehingga mereka tdk mengadakan persiapan. Allah berfirman:
وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِن كَرِهَ اللهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ
"Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan utk keberangkatan itu, tetapi Allah tdk menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, & dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu bersama orang-oang yg tinggal itu”. (At Taubah: 46).
Lalu Allah memerintahkan kepada para mujahidin agar mengadakan persiapan perang. Allah berfirman.
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ …
"Dan siapkanlah utk menghadapi mereka kekuatan apa saja yg kamu sanggupi & dari kuda-kuda yg ditambat utk berperang (yang dg persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah ……" (Al Anfal: 60)
Ingatlah, orang-orang kafir dari kalangan Yahudi & Nasrani / yg lainnya, mereka akan senantiasa meneror & membikin makar terhadap kaum muslimin dari dua sisi.
Pertama: Teror pemikiran (irhab fikri). Yaitu usaha orang-orang kafir utk menggelincirkan kaum Muslimin dari kemurnian ajaran agama yg haq ini. Mereka melontarkan syubhat-syubhat, tadlis (pemalsuan), talbis (kerancuan), sehingga bisa menumbuhkan sikap keragu-raguan kaum muslimin terhadap kebenaran ajaran Islam. Program ini dikemas dg dukungan dana yg dikucurkan kepada kalangan ahli bid’ah yg telah menyeru manusia ke jurang api neraka.
Untuk menyempurnakan programnya ini, mereka menempuh berbagai cara. Di antaranya:
1. Pertukaran pelajar, sebagai sarana pencucian otak anak-anak kaum Muslimin. Sehingga setelah pelajar-pelajar Islam ini pulang, akan menjadi pion mempropagandakan syubhat-syubhat.
2. Orientalis, dari sinilah musuh-musuh Allah melakukan gerakan-gerakan tersembunyi dg dalil riset & penelitian ilmiyah. Para orientalis tersebut bekerja utk kepentingan intelejen Kristen & Yahudi.
Kedua: Teror fisik (irhab jasadi). Yaitu usaha orang-orang kafir utk membunuh kaum Muslimin, menguasai negara-negara Islam, menguasai perekonomian kaum Muslimin serta menjajah negara-negara Islam.
Maka menjadi kewajiban kaum Muslimin utk melakukan persiapan agar mampu menegakkan tugas jihad ini, sehingga kaum Muslimin bisa mencapai kejayaan. Karena telah menjadi ketentuan Allah, bahwa segala akibat ada sebabnya.
Wahai kaum muslimin, semoga Allah merahmati kita. Kita memiliki keinginan yg sama utk menegakan panji jihad & menegakkan panji-panji Allah di muka bumi & merindukan kemenangan. Untuk mengemban tugas ini, Allah telah mensyaratkan bagi kita dua hal. Barangsiapa yg dapat memenuhinya, maka ia akan sampai kepada apa yg diinginkannya. Kedua syarat tersebut ialah:
Pertama: Al i’dad al imani (mempersiapan kekuatan iman), hal itu karena Allah telah memberikan jaminan kemenangan bagi ahli iman.
Kedua: Al i’dad al madi (mempersiapkan perbekalan materiil), meliputi mempersiapan perlengkapan senjata & sejenisnya, yg merupakan syarat penting utk melawan mereka. Allah berfirman, yg artinya: "Dan persiapkanlah utk menghadapi mereka kekuatan apa saja yg kamu sanggupi dari kuda-kuda yg ditambat utk berperang yg dg persiapan itu kamu menggentarkan musuh Allah". (Al Anfal 60).
Dari dua syarat ini, al i‘dad al imani harus lebih didahulukan daripada al i’dad al madi. Rasul yg mulia telah menempuh jalan ini & telah menyempurnakannya.
TENTANG AL I‘DAD AL IMANI
Al i’dad al imani adalah takwa kepada Allah. Takwa merupakan persiapan pertama & utama, karena Allah telah menjanjikan kemenangan, & akan memberikan pertolongan hanya kepada orang-orang yg bertakwa. Allah berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لاَنَسْئَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat & bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tdk meminta rezeki kepadamu, Kamilah yg memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yg bertakwa". (Thaha:132)
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللهِ وَاصْبِرُوا إِنَّ اْلأَرْضَ للهِ يُورِثُهَا مَن يَّشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
"Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah & bersabarlah; dipusakakanNya kepada siapa yg dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Dan kesudahan yg baik adalah bagi orang-orang yg bertakwa". (Al ‘A’raf:128)
إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yg bertaqwa & orang-orang yg berbuat kebaikan" (An Nahl:128).
Rukun Takwa
Rukun takwa ada tiga. Pertama, al ikhlash (tauhid) memurnikan ibadah hanya kepada Allah. Kedua, al ittiba’ (mengikuti Rasulullah). Ketiga, ilmu.
Berkaitan dg pentingnya & keutamaan ikhlas (tauhid) ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tdk mendiamkan pelanggaran terhadap tauhid, meskipun dalam peperangan.
At Tirmidzi telah meriwayatkan dari sahabat Abi Waqid Al Laitsi, ia berkata: Suatu saat kami pergi bersama Rasulallah ke Hunain, sedangkan kami dalam keadaan baru lepas dari kekafiran (baru masuk Islam). Ketika itu orang-orang kafir musyrikin mempunyai sebatang pohon bidara yg disebut Dzatu Anwath. Mereka selalu mendatanginya & menggantung senjata-senjatanya pd pohon itu. Tatkala kami melewati sebatang pohon bidara, kamipun berkata: “Wahai Rasulullah! Buatkan utk kami Dzat Anwath,” maka Rasulullah bersabda:
سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
"Allahu Akbar. Itu adalah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Demi Allah, yg diriku berada di tanganNya. Kamu benar-benar telah mengatakan sesuatu perkataan seperti yg telah dikatakan Bani Israil kepada Musa,”Buatlah utk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sembahan”. Musa menjawab,”Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yg tdk mengerti. Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang sebelummu”. (HR Tirmidzi).
Seandainya para aktifis pergerakan & juru dakwah saat ini mencermati kandungan & rahasia yg terdapat dalam hadits ini, tentulah mereka tdk akan meremehkan perkara tauhid dg alasan ingin mendapatkan jumlah pendukung yg banyak & menyatukan kaum Muslimin. Lihatlah, apa yg diperbuat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ; Beliau tdk berdiam diri utk tdk mengingkari kemusyrikan karena ingin mempertahankan jumlah yg banyak, / alasan khawatir akan terjadi perpecahan. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yg mulia mengetahui, seandainya orang-orang yg baru masuk Islam itu didiamkan dalam keadaan musyrik, tentulah mereka akan menjadi fitnah bagi kaum Muslimin, & menjadi penyebab utama kekalahan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Mengajarkan Tauhid Dalam Jihad Difa’
Saat itu kaum Muslimin di Syam sedang dalam cengkeraman orang-orang Tartar yg begitu kuat. Kaum Muslimin pun bangkit melancarkan jihad difa’ (defensive), sementara itu kesyirikan berada di tengah-tengah mereka.
Dalam keadaan seperti ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memulai dg terlebih dahulu meluruskan aqidah ummat, menyeru kepada tauhid. Beliau rahimahullah menulis sebuah buku yg berjudul Talkhish Kitab lstigatsah, dimaksudkan sebagai bantahan terhadap Al Bakri.
Syaikhul Islam berkata: “Seandainya mereka yg beristigatsah dg selain Allah (yaitu penghuni-penghuni) kubur bersamamu dalam barisan perang, tentulah engkau akan mendapatkan kekalahan, sebagaimana kaum Muslimin mendapatkan kekalahan dalam perang Uhud”.
Pernyataan Syaikhul Islam lbnu Taimiyah ini mengandung dua faidah yg besar. Pertama. Wajib & betapa pentingnya meluruskan aqidah kaum Muslimin yg hendak berjihad. Kedua. Menunjukkan kefaqihan beliau rahimahullah, karena beliau telah berdalil utk perkara yg besar dg perkara yg rendah. Maksudnya, apabila kekalahan kaum muslimin dalam perang Uhud disebabkan maksiat semata & bukan karena syirik, maka bagaimana mungkin kaum Muslimin pd hari ini mampu berperang mengalahkan musuh, seandainya di dalam barisan kaum Muslimin terdapat orang-orang yg menyekutukan Allah, melakukan bid’ah & perbuatan maksiat lainnya.
Ingatlah, kemenangan & pertolongan hanya diberikan kepada orang-orang yg bertauhid & mengamalkan Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَيُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yg beriman diantara kamu & mengerjakan amal-amal yg shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yg telah diridhaiNya utk mereka, & Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembahKu dg tiada mempersekutukan sesuatu apapun dg Aku. Dan barangsiapa yg (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yg fasik". (An Nur: 55).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan, setelah kaum muslimin meluruskan aqidah mereka dg mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah, hanya beristighatsah kepada Allah, maka Allah akan menolong mereka utk mengalahkan musuh, sehingga mereka mendapatkan berbagai kemenangan dalam peperangan (melawan Tartar); suatu kemenangan yg tdk pernah didapatkan sebelumnya, kecuali setelah mereka memurnikan tauhid kepada Allah & taat kepada RasulNya. Karena sesungguhnya Allah akan memberikan pertolongan kepada RasulNya & orang-orang beriman di dunia & di akhirat.
Dalam kisah perang Uhud, kita dapat mengambil pelajaran berharga berkaitan dg sebab-sebab kekalahan kaum Muslimin pd waktu itu. (Lihat surat Ali Imran ayat l37-l54).
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ (وفي رواية - يُقَاتِلُونَ ) عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
"Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yg menegakkan kebenaran (dalam hadits lain dg kata mereka berperang di atas kebenaran), tdk merugikannya orang yg menghinanya sampai datang hari kiamat, & mereka tetap dalam keadaan demikian hingga kiamat datang". (HR Muslim).
Derajat Yang Tinggi Hanya Dapat Diraih Dengan Ilmu
Allah berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
"Allah akan meninggikan derajat orang-orang yg beriman di antara kamu & orang-orang yg diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat". (Al Mujadilah: 11)
Al Imam Muhammad Amin Asy Syinqiti berkata: “Para ulama telah menjelaskan, kemenangan para nabi ada dua macam. Pertama. Kemenangan melalui hujjah & argumentasi. Kemenangan ini diraih oleh seluruh nabi. Kedua. Kemenangan dg pedang & kekuatan. Kemenangan ini hanya diraih oleh nabi yg telah diperintahkan berperang fi sabilillah”. (Adhwa-ul Bayan, 1: 353).
TENTANG AL I’DAD AL MADI
Disamping mempersiapkan aqidah & ilmu utk meraih derajat yg tinggi, dalam jihad juga harus dilakukan persiapan-persiapan. Yaitu al i’dad al madi (persiapan materi), yg meliputi dua perkara. Pertama. ‘Udah al ‘asykariyah (perlengkapan senjata). Kedua. ‘Udah al basyariah (perlengkapan pasukan / personalnya). Allah berfirman, yg artinya: Dan siapkanlah utk menghadapi mereka kekuatan apa saja yg kamu sanggupi & dari kuda-kuda yg ditambat utk berperang (yang dg persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, (QS Al Anfal: 60) Lihat juga Al Anfal ayat 65-66.
Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin menyatakan, berjihad itu harus terpenuhi syaratnya. Hendaknya kaum Muslimin memiliki kemampuan & kekuatan, yg dengannya mereka bisa berjihad. Karena, seandainya kaum Muslimin berperang tanpa dibarengi dg kernampuan, berarti sama dg menjerumuskan diri ke dalam kerusakan. Oleh sebab itu, Allah tdk mewajibkan kepada kaum Muslimin berperang, ketika mereka berada di Mekkah, masih dalam keadaan lemah & dalam cengkeraman kekuasaan orang kafir. Sehingga setelah berhijrah ke Madinah & membentuk negara Islam & memiliki kekuatan, maka Allah Azza wa Jalla mewajibkan mereka berperang.
Begitulah, jika belum terkumpul syarat-syaratnya, maka kewajiban berperang tdk ada, sebagaimana seluruh kewajiban dilakukan sesuai kemampuan. Yang sekarang harus ditempuh oleh kaum Muslimin ialah melakukan seluruh sebab-sebab yg telah diwajibkan Allah utk mencapai kemenangan, yaitu menyerpurnakan dua persyaratan di atas. Wallahu a’lam.
Maraji’:
1. Zadul Ma’ad, Jilid III, karya Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah.
2. Al Mughni, karya Imam Syaukani.
3. Al Majmu’, karya Imam An Nawawi.
4. Fatawa Al Laimah Fi Masailil Mulimmah, karya Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan.
5. Usus Manhajis Salaf Fi Ad Dakwah Ilallah, karya Fawaz bin Halil bin Robah As Suhaimi.
6. Sabil Ilal Izzah Wat Tamkin, karya Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani.
(Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun IX/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296)
Penulis: Ustadz Abu Qotadah & diterbitkan oleh almanhaj.or.id
Keputusan itu telah diambil. Semua sudah sepakat bahwa musuh harus dihadapi. Bukan hanya itu, musuh harus dihadang agar tidak masuk ke jantung Madinah. Terlalu banyak kemungkinan buruk yang akan terjadi, jika mereka berhasil masuk ke pusat kota itu. Anak-anak, kaum wanita, para manula, orang-orang yang sedang sakit tidak akan siap, jika Madinah dinyatakan sebagai daerah darurat perang. Yang jelas musuh sudah hampir mendekat dan harus disongsong dan dihadapi, apapun resikonya.
Sang Rasul bergegas memasuki rumah. Ia telah mengenakan baju perangnya. Tanda bahwa beliau siap mati demi membela agama Allah. Sedangkan syura yang dilakukan telah menghasilkan mufakat. Tekad telah benar-benar bulat. Dalam kondisi ini, yang ada hanyalah tawakkal, ikhtiar yang maksimal dan bergantung sepenuhnya kepada Rabbul ‘izzah.
“ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya. (Ali Imran: 159)
“Wahai Rasul, jika engkau tidak menghendaki keluar (Madinah), kami pasti akan mentaatimu”, demikian bujuk sebagian sahabat. Mereka tahu di awal syura beliau menghendaki untuk bertahan di dalam kota, bukan keluar. Tapi beliau menjawab tegas “tidak pantas bagi seorang Nabi, jika telah mengenakan baju perangnya untuk meletakkannya kembali, hingga Allah membuat keputusan (kemenangan) antara ia dan musuhnya”. Semua akhirnya memahami; sang Rasul benar-benar hendak mengajarkan arti sebuah tekad, konsistensi dan komitmen dengan hasil syura.
Pasukan terus bergerak. Maju dan terus maju. Hingga ketika dua golongan telah berhadap-hadapan di Uhud, perang itu benar-benar tak bisa dielakkan. Korban berjatuhan. Sebagian mati mulia, sedangkan sebagian lagi mati sia-sia.
Musuh-musuh Allah benar-benar dipermalukan. Jatuh bergelimpangan bak sampah berserakan. Hampir saja kemenangan itu datang. Ghanimah pun hampir siap dipanen. Mata manusiawi sebagian sahabatpun telah tergoda. Penjaga garda bukit benar-benar lupa dengan pesan Sang Rasul. “hingga ketika kalian melihat tubuh kami dicabik-cabik Gagak sekalipun, jangan pernah meninggalkan pos-pos kalian”. Demikian kurang lebih pesan beliau. Tapi apa daya, dunia itu terlalu menggoda. Terlalu manis. Terlalu membelenggu jiwa-jiwa mereka.
Hingga ketika tiba-tiba, Khalid bin Walid dengan segenap kehebatan strateginya memukul pasukan Islam dari punggung Uhud. Para sahabat panik dan kalang-kabut. Tidak sedikit yang tertebas kaki dan lengan, bahkan lehernya. Lebih dari tujuh puluh orang sahabat mati syahid. Di saat itulah kita saksikan. Semua orang menuju Sang Rasul. Semua berlindung dibalik punggung beliau. Beliau benar berada di garda terdepan. Ya, benar-benar terdepan. Tidak pernah gentar, apalagi lari kebelakang. Maka beliaupun berdarah-darah, terluka. Bahkan batok kepala beliau tertusuk pelindung kepalanya. Darah mengucur dengan deras. Tapi beliau tetap tak bergeming. Bagai sebongkah batu karang dilautan, menantang gelombang. Bukan, ia bahkan bagaikan Sang Lawu, tak gentar walau badai datang menerjang. Beliau tetap disana, dibarisan terdepan. Setia melindungi para sahabat, para pengikut dan tentara setia beliau.
Keteladanan itu telah ditunjukkan. Kepemimpinan itu, benar-benar telah diajarkan. Bahwa pemimpin harus berada dibarisan terdepan. Bahwa pemimpin adalah orang yang harus berdarah-berdarah terlebih dahulu sebelum pengikutnya adalah sebuah keniscayaan. Pemimpin adalah orang yang harus berdiri digarda terdepan dalam hal menanggung resiko adalah salah satu pelajaran yang amat mahal dari medan Uhud, selain hikmah yang lain tentunya. Bahkan seandainya maut menjemput, maka pemimpin adalah yang paling siap mengahadapinya.
Pemimpin semacam ini tidak pernah meninggalkan beratnya tugas dan amanah karena ia tahu hal itu adalah sifat pengecut. Ia memahami dengan sangat baik bahwa berlari dari resiko perjuangan adalah sifat tidak ksatria, sedangkan sifat ksatria menolak tegas kepengecutan.
Tokoh-tokoh besar semacam ini tidak gentar, bahkan seringkali ia menantang bahaya, bukan gegabah tapi wujud keyakinan akan pertolongan Allah. Masihkah kita ingat ketika Thariq bin Ziyad, Sang Penakluk Gibraltar, membakar semua perahu yang membawa mereka hingga ke daratan itu? Saat itu ia tidak sedang berputus asa atau mencoba bunuh diri. Saat itu ia tidak sedang mencoba lari dari kenyataan akan jumlah dan kekuatan musuh yang sangat tidak berimbang. Bukan. Sang Panglima sedang menakar keyakinan para pejuangnya. Bahkan lebih daripada itu, Sang Panglima sedang menagih janji Sang Penolong; bahwa Dia pasti memenangkan para tentaraNya.
Dalam konteks inilah Sang Rasul ingin menegaskan kepada kita. Apapun namanya, sampai kapanpun dan dimanapun juga; perjuangan pasti menuntut pengorbanan, dan pemimpin sejati adalah yang terdepan dalam memberikan pengorbananannya.
Tapi lihatlah ketika kemenangan demi kemenangan, penaklukan demi penaklukan, ghanimah demi ghanimah terus datang silih berganti kemana Sang Ksatria itu? Dimana Sang Pemimpin itu berada? Dimana Sang Imam Para Mujahidin itu kini? Ya, ia bahkan tidak sempat menikmati kemenangan itu. Ia tidak sempat mencicipi buah jerih payahnya. Karena ia dihadirkan ke dunia ini bukan untuk itu. Ia dihadirkan untuk berdiri dibarisan terdepan. Memikul beban berat dakwah dan kemudian mati karenanya. Semoga shalawat dan salam Allah atasmu, Terima kasih tak terhingga untukmu, ya Rasulallah.
(khadimul_ummah@abu_fateeh)
Posted in Suhari Abu Fatih, Lc.
Tidak-mencampuradukkan-iman-dengan-kezaliman
Allah berfirman: “Orang orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kedhaliman merekalah orang orang yang mendapatkan rasa aman dan merekalah orang orang yang mendapatkan petunjuk” (QS Al-An’am ayat : 82)
Ayat di atas memiliki dua makna, makna khusus yang disalahpahami oleh Abu Bakar As-Sidq ra dan diluruskan oleh Rasulullah, Abu Bakr berkata: ”Yaa Rasulullah, siapa yang tidak mendhalimi dirinya?, pastilah kita semua binasa karena tidaklah ada dari kita kecuali melakukan kedhaliman, Rasulullah bersabda: ”Bukan dhalim yang kalian pahami, apakah engkau tidak membaca ayat : “Sesungguhnya syirik adalah kedhaliman yang besar”.
Nabi menjelaskan bahwa kedhaliman yang menjadikan orang tidak akan mendapatkan petunjuk, tidak akan aman dari neraka dan tidak akan masuk syurga adalah kesyirikan, adapun dosa selain itu masih diharapkan mendapatkan petunjuk dan aman.
Makna umum bahwa segala kedhaliman akan menjadi penyebab kegelapan dan ketakutan di akhirat sebagaimana dalam hadits: ”Jauhilah kedhaliman sebab kedhaliman itu kegelapan pada hari kiamat”. Walaupun harapan masuk syurga tetap ada asal tidak melakukan kesyirikan dan kekufuran.
Lalu, apakah berarti boleh dengan mudah melakukan kedhaliman, selain syirik, kufur, nifak dengan sandaran bahwa hal itu tidak menghalangi mendapat petunjuk dan aman? Tentu tidak. Logika yang benar mengatakan walaupun orang beriman pasti masuk syurga tapi haruslah tetap meninggalkan segala kedhaliman, sebab kedhaliman penyebab masuk neraka, siksaan yang paling ringan adalah jika bara api diletakkan dibawah telapak kaki, otak mendidih dan dia merasa bahwa siksaannya paling berat padahal paling ringan.
Dari hadits-hadits dan ayat-ayat lainnya kita dapatkan kondisi orang beriman terbagi menjadi beberapa golongan:
Pertama : orang yang beriman sejati dan tidak melakukan segala kedhaliman, baik hal itu syirik besar maupun kecil, atau dosa-dosabesar, serta mengerjakan kewajiban. Orang tersebut pasti mendapatkan keamanan yang sempurna di dunia dan akhirat, mendapatkan petunjuk yang sempurna, dosa-dosa kecil yang dilakukan asal tidak terus menerus, insyaAllah dihapuskan oleh iman dan amal shalehnya, sebagaimana Allah katakan: “Dan jika kalian menjauhi dosa-dosa besar kami hapus kesalahan-kesalahan kalian dan Kami masukkan kalian tepat masuk yang mulia (syurga) (QS An-Nisa’ ayat : 31).
Dalam hadits shahih dikatakan: “Wahai anak Adam kalau kalian mendatangkan dosa sepenuh bumi, kemudian menemui Aku tanpa menyekutukan dengan sesuatu pasti Aku datangkan kepada anda sepenuh bumi maghfirah(ampunan) (HR Turmudzi).
Kedua : orang tidak menyekutukan Allah, dengan syirik besar dan melakukan dosa syirik kecil dan dosa-dosa besar, orang tersebut dibawah kehendak Allah, kalau Dia menghendaki Dia ampuni, kalau Dia menghendaki Dia siksa, kemudian masuk syurga setelahnya, berkaitan pastinya orang yang beriman, walaupun melakukan dosa besar pasti masuk syurga, asal tidak melakukan perbutan dosa syirik dan kufur merupan ijma’ ulama salaf berdasarkan puluhan hadits-hadits yang shahih dan mutawatir, dan berdasarkan kaidah, bahwa janji Allah untuk orang beriman pasti terpenuhi, adapun ancaman tidak pasti dijalankan, semua tergantung kehendak Allah.
Sekali lagi bukan berarti boleh meremehkan kedhaliman selain syirik dan kufur, kedhaliman tetap sebagai hal yang menyebabkan kecelakaan di akhirat, dhulm adalah meletakkan segala sesuatu bukan pada tempatnya, kedhaliman ada yang besar dan ada yang kecil, kedhaliman kecil antara seseorang dengan Allah, insyaAllah diampuni Allah swt asal menjuhi dosa-dosabesar.
Kedhaliman yang mencelakakan adalah dosa-dosa besar baik yang berkaitan dengan Allah manusia maupun diri sendiri seperti su’udhan kepada Allah, riya’, ujub, sombong, merusak jiwa, harta, kehormatan orang tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’ah, segala bentuk pengkhianatan pribadi maupun publik, terkumpulnya dosa-dosa tersebut dapat mengarahkan kepada kesyirikan dan kekufuran atau kenifakan. Dalam hadits dikatakan, “Empat hal jika ada dalam diri seseorang maka ia termasuk munafiq yang murni, dan jika ada satu dari padanya, maka ia berada dalam satu cabang kemunafikan: jika bicara berdusta, jika berjanji mengingkari, jika melakukan perjanjian dia curang, dan jika berdebat keterlaluan (HR Bukhari Muslim). ”
Diantara kedhaliman yang menjadikan kegelapan di hari kiamat adalah khianat, dikatakan: “Akan ditancapkan setiap orang yang khianat, bendera kekhianatannya pada hari kiamat dibawah pantatnya, dikatakan inilah pengkhianatannya si fulan“, bagi yang yang membunuh dan makan harta orang lain dengan kedhaliman Allah berkata: “Dan janganlah kalian makan harta diantara kalian dengan batil, tapi dengan cara dagang yang saling ridha (dibolehkan) dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah sangat sayang kepada kalian, dan siapa yang melakukan hal tersebut dengan melampui batas dan dhalim maka akan kami masukkan ke neraka dan hal itu mudah bagi Allah“
Kedhaliman bukan saja gelap di akhirat tetapi uga di dunia maupun di alam barzakh, semua bencana yang terjadi pada diri kita atau di alam semesta, Allah berkata : “Tidaklah menimpa kalian dari suatu bencana kecuali dari diri kalian, dan apa yang Dia maafkan lebih banyak”
Kenapa kedhaliman merupakan hal yang merusak iman, jawabnya karena merupakan suatu yang berlawanan dengan iman dan merusak tujuan diciptakannya manusia, kita dapat memaklumi marahnya seorang komandan ketika ada prajurit menentang perintahnya atau melanggar larangan atau tidak komitmen dengan disiplin. Hal tersebut merupakan apa yang diberikan komandan kepada prajuritnya, lalu bagaimana Allah Dzat Yang Maha Agung, Dzat Yang Maha memberikan segala kenikmatan, yang sangat sayang kepada makhluq-Nya, kemudian manusia mendurhakaiNya, melanggar aturan-Nya, meninggalkan apa yang diperintahkan? Jangan dilihat kecilnya sebuah pelanggaran, tapi lihatlah kepada siapa melanggar dan menentang.
Iman menuntut bukti ketauhidan, bagaimana kita mengetahui bahwa Dia satu satunya Yang berkuasa kemudian kita menyembah selainNya, mengambil hukum selain hukum-Nya, menuntut bukti ibadah kepada-Nya, menuntut mengikuti perintah dan larangan-Nya sebagai bukti pengagungan kepada-Nya, Allah sayang terhadap diri kita, bagaimana kita rusak dan hinakan dengan kemaksiatan.
Berbahagialah orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kedhaliman yang merusakkan ketulusan iman, bagi mereka kebahagiaan dunia dan akhirat, terbebas dari segala bencana, ketenangan hati, rahmat Allah menyertainya dunia dan akhirat, dan mereka selalu mendapatkan bimbingan dan inayah dari Allah swt, sebagaimana dalam hadits Turmudzi : “Siapa yang memusuhi waliku, aku umumkan perang kepadanya, dan tidaklah hambaKu mendekatkan dirinya kepadaKu dengan sesuatu yang lebih aku sukai dari apa yang aku wajibkan, dan tidaklah henti-hentinya hambaKu mendekatkan diri kepadaKu sehingga aku mencintaiNya, dan ketika Aku mencintainya Aku pendengarannya dengannya ia mendengar, Aku matanya dengannya ia melihat, Aku tangannya dengannya aku memegang, aku kakinya dengannya ia berjalan. Jika ia minta kepada-Ku pasti Aku beri dan jika ia minta perlindungan kepada-Ku pasti aku lindungi. (HR Turmudzi)
No comments:
Post a Comment