Sunday, 11 March 2012

Khadijah binti Khuwailid


Sayyidah Khadijah dilahirkan di kota Makkah pada tahun 68 sebelum Hijriyah atau tahun 556 Masehi di sebuah keluarga yang mulia dan terhormat. Ayahnya bernama Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qusayyi bin Kilab. Sedangkan ibunya bernama Fathimah binti Zaidah bin Al-Asham bin Hadam. Beliau tumbuh dalam suasana yang dipenuhi dengan perilaku terpuji. Ia seorang yang cantik, kaya, mulia dan menjaga kehormatannya. Sehingga masyarakat di zaman Jahiliyah menjulukinya sebagai At-Thahirah (wanita yang suci).
Sebelum menikah dengan Rasulullah saw, Sayyidah Khadijah pernah menikah dengan Abu Halah bin An Nabasyi  dan dikaruniai seorang anak bernama Halah. Setelah suaminya meninggal dunia, seluruh pemuka Quraisy berharap bisa bersanding dengannya. Tetapi semuanya ditolak dengan sopan oleh Sayyidah Khadijah karena ia ingin lebih berkonsentrasi untuk mengasuh anaknya dan mengurus usaha dagangnya. Itulah hikmah di balik kehendak Allah yang ingin menikahkannya dengan seorang manusia terbaik di muka bumi.
Sayyidah Khadijah adalah pedagang yang senantiasa mengirimkan dagangannya ke Syam. Ia mempekerjakan orang untuk menjalankan usaha ini. Ketika Nabi Muhammad saw yang terkenal dengan julukan Al Amin (yang amanah), menginjak umur 25 tahun, Sayyidah Khadijah meminta beliau untuk membawa dagangan ke Syam bersama budaknya yang bernama Maisarah.
Nabi Muhammad saw lalu membawa dagangan milik Sayyidah Khadijah bersama Maisarah ke pasar Bushra, dan kembali dengan membawa keuntungan yang berlipat-lipat dari biasanya. Sayyidah Khadijah yang hatinya sudah tertambat kepada beliau semakin menaruh perhatian. Ia banyak bertanya kepada budaknya mengenai kepribadian Nabi Muhammad saw.
Maisarah pun menceriterakan keluhuran budi pekerti yang ia ketahui semenjak bersama Nabi Muhammad saw dalam perjalanan dagang tersebut, terutama sifat amanah dan kejujuran beliau dalam menjalankan usahanya. Hati Sayyidah Khadijah semakin terpaut dengan Nabi Muhammad saw dan ingin menikah dengan beliau.
Selanjutnya diutuslah Sayyidah Nafisah binti Munabbih untuk menyampaikan keinginannya kepada Nabi Muhammad saw. Sayyidah Nafisah lalu mengatakan kepada Rasulullah saw,”Kenapa engkau tidak menikah?” Beliau menjawab,”Aku tidak memiliki apa-apa.” Sayyidah Nafisah mengatakan,”Apabila engkau dicukupi, menikah dengan orang yang memiliki harta, kecantikan, dan kemuliaan, apakah engkau bersedia?” Beliau bertanya,”Siapa?” Sayyidah Nafisah menjawab, “Sayyidah Khadijah.”. Beliau pun menyanggupinya. Beliau dinikahkan oleh paman Sayyidah Khadijah yaitu Amr bin Asad Al-Qurasyi.
Ketika akad pernikahan berlangsung, Sayyidah Khadijah menyembilah beberapa ekor ternak untuk dibagikan kepada fakir miskin. Ia juga mempersilahkan dan mengundang kerabat dan handai taulannya untuk datang ke rumahnya. Di antara mereka yang hadir ada Sayyidah Halimah As-Sa’diyyah, ibu susuan Nabi Muhammad saw. Ia datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya. Setelah selesai, Sayyidah Halimah pun kembali ke rumahnya dengan membawa empat puluh ekor kambing sebagai hadiah dari Sayyidah Khadijah kepada wanita yang pernah menyusui Nabi Muhammad saw, suami tercintanya.
Allah swt memberikan kepada rumah tangga bahagia ini berbagai nikmat. Mereka dikarunia anak laki-laki dan perempuan, yaitu Sayyidina Qasim, Sayyidina Abdullah, Sayyidah Zainab, Sayyidah Ruqayyah, Sayyidah Ummu Kultsum, dan Sayyidah Fathimah.
Pada umur 40 tahun, Nabi Muhammad saw gemar berkhalwat di Gua Hira’, dan ini terus dilakukan beliau hingga pada bulan Ramadhan, Malaikat Jibril as datang membawa wahyu dari Allah swt. Sepeninggal Malaikat Jibril, beliau pulang pada kegelapan fajar dalam keadaan takut, pucat, dan menggigil. Sesampainya di rumah, beliau langsung berkata kepada istrinya, Sayyidah Khadijah, “Selimuti aku, selimuti aku…..”
Setelah Sayyidah Khadijah menanyakan hal apa yang sebenarnya terjadi, beliau berkata, “Wahai Khadijah, sungguh aku mengawatirkan diriku.” Dengan penuh percaya diri dan yakin, Sayyidah Khadijah menjawab, “Demi Dzat yang jiwa Khadijah berada dalam kekuasaan-Nya, Dia (Allah) sekali-kali tidak akan pernah menjadikanmu hina, karena engkau selalu menyambung silaturrahmi, berbicara benar, memikul beban orang lain, menghormati tamu, dan selalu membantu meringankan musibah orang lain.” Ketulusan tutur kata Sayyidah Khadijah itu membuat hati Rasulullah saw tenang dan merasa tentram karena istrinya mempercayai apa yang terjadi pada dirinya.
Sayyidah Khadijah adalah orang pertama yang masuk Islam. Bukan itu saja, dia juga memberikan segenap harta, jiwa, pikiran, dan seluruhnya untuk kepentingan dakwah suaminya, Rasulullah saw. Dia dengan setia menolong suaminya dan menanggung beban yang amat berat akibat ejekan dan penghinaan yang begitu kejam dari kaum kafir, sehingga berkat bantuannya, hal itu dirasakan ringan oleh Rasulullah saw.
Karena sakit berkepanjangan Sayyidah Khadijah yang berumur enam puluh lima tahun itu meninggal dunia. Jasadnya dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan sebutan Al-Hajun. Rasulullah saw sendiri yang mengurus jenazah istrinya, dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah, “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Sayyidah Maryam binti Imran dan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid.”
Sayyidah Khadijah meninggal setelah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dialah Ummul Mukminin istri Rasulullah saw yang pertama, wanita pertama yang mempercayai risalah Rasulullah saw, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah saw. Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa lekat dalam hati Rasulullah saw sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

No comments:

Post a Comment